Sumber-sumber yang menyebutkan tentang Danau Batur adalah Lontar Kesmu Dewa. Lontar Usana Bali dan Lontar Raja Purana Batur. Disebutkan bahwa Pura Batur sudah ada sejak zaman Empu Kuturan, yaitu abad ke-10 sampai permulaan abad ke-11. Luasnya areal dan banyaknya pelinggih-pelinggih maka diperkirakan bahwa Pura Batur adalah penyiwi raja-raja yang berkuasa di Bali, sekaligus merupakan Kahyangan Jagat. Di Pura Batur yang diistanakan adalah Dewi Danu yang disebutkan dalam Lontar Usana Bali yang terjemahannya sebagai berikut:
Adalah ceritera, terjadi pada bulan Marga Sari (bulan ke V) waktu Kresna Paksa (Tilem) tersebutlah Betara Pasupati di India sedang memindahkan Puncak Gunung Maha Meru dibagi menjadi dua, dipegang dengan tangan kiri dan kanan lalu dibawa ke Bali digunakan sebagai sthana Putra beliau yaitu Betara Putrajaya (Hyang Maha Dewa) dan puncak gunung yang dibawa tangan kiri menjadi Gunung Batur sebagai sthana Betari Danuh, keduanya itulah sebagai ulunya Pulau Bali. Kedua Gunung ini merupakan lambang unsur Purusa dan Pradana dari Sang Hyang Widhi. Pura Batur merupakan tempat Pemujaan Umat Hindu di seluruh Bali khususnya Bali Tengah, Utara dan Timur memohon keselamatan di bidang persawahan. Sehingga pada saat puja wali yang jatuh pada Purnamaning ke X (kedasa) seluruh umat terutama pada semua kelian subak, sedahan-sedahan datang ke Pura Batur menghaturkan "Suwinih". Demikian kalau terjadi bencana hama.
Potensi wisata kawasan ini adalah pemandangan kawasan pegunungan yang sangat unik dan menakjubkan. Setelah kira-kira 2 jam perjalanan dari Kota Denpasar, kita akan sampai di kawasan ini, tepatnya di tempat yang disebut Penelokan, yang sesuai dengan namanya dalam bahasa Bali yang berarti tempat untuk melihat-lihat merupakan lokasi yang paling strategis untuk menikmati pemandangan alam di kawasan wisata ini. Penelokan terletak di Kedisan, salah satu desa di Kec. Kintamani.
Dari Penelokan kita bisa menyaksikan pemandangan menakjubkan. kombinasi antara Gunung Batur beserta hamparan bebatuan hitam dengan Danau Batur yang berbentuk bulan sabit berwarna biru di sebuah kaldera yang oleh wisatawan-wisatawan dikatakan sebagai kaldera terindah di dunia. Penelokan sudah mempunyai infrastruktur yang cukup memadai sebagai tempat wisata, antara lain penginapan maupun restoran.
Dari Penelokan kita mempunyai dua alternatif untuk melanjutkan perjalanan di Kintamani. pertama kita bisa melanjutkan ke arah utara menuju Desa Batur. Di desa ini kita bisa berkunjung ke salah satu pura kahyangan jagat di Bali yang bernama Pura Batur. pura ini pada awalnya terletak di sebelah barat daya Gunung batur yang kemudian dipindahkan bersamaan dengan pindahnya warga desa ke bagian atas.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0_to6iuYBwhJGvwS3O0pS4aXUK6DMmcCupnPg_UJ39NhCaynNJdD2aJoaDZiUwX_3Zk088baqWX2wWxpIx-dGWSKPHHJMvxSn3Gnc8h9Vi4RZGO92jL6Y_VHgZ5VjSaLVw4NKt-G3J_AB/s1600/4-kintamani.jpg)
![]() |
Tradisi Masyarakat trunyan tidak mengubur mayat |
KEUNIKAN DESA KERUNYAT TIDAK MENGUBUR MAYAT
Tradisi Unik Desa Terunyan Kintamani Bali
Masyarakat Terunyan mempunyai tradisi pemakaman dimana jenazah dimakamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah.
Jenazah hanya dipagari bambu anyam.
Adat Desa Terunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda. Apabila salah seorang warga Terunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda.
Penjelasan mengapa mayat yang diletakan dengan rapi di sema itu tidak menimbulkan bau padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut ini disebabkan pohon Taru Menyan tersebut, yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai Terunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar